Pentingnya Pemurnian Pikiran

Revisi 25 Oktober 2019

Analisis untuk sebuah situasi selalu diperlukan untuk mendapatkan konteks yang sesuai. Mari kita dengar kembali video Dr. Feynman yang ada di tulisan sebelumnya.

Sangat bermanfaat untuk membahas kasus sebuah permukaan es untuk melihat lebih dalam dibandingkan dengan apa yang dilakukan Dr. Feynman. Dia hanya menunjukkan bahwa tiada akhir untuk pertanyaan seperti itu terutama ketika seorang anak kecil terus bertanya: “apa alasan itu terjadi?” pada setiap langkah: “Kenapa Tante Mimi di rumah sakit” mengarah ke jawaban, “Dia jatuh di atas es”. Lalu, “Kenapa dia jatuh di atas es?” mengarah ke “Karena esnya licin”, yang mengarah ke, “Kenapa es (dan bukan aspal) licin?”.

Sampai titik ini, anak tersebut (atau orang dewasa umum) bisa mengerti setiap jawab, KARENA berdasarkan pengalaman hidup mereka semua jawabn tersebut masuk akal. Tapi pertanyaan terakhir tidak bisa dijawab sampai kepuasan seorang anak kecil atau orang dewasa umum, yang tidak memiliki latar belakang di fisika: Tidak seperti benda padat lainnya, es memiliki sebuah sifat unik yang ketika air didinginkan, air tersebut meluas ketika berubah menjadi es. Jadi, ketika Tante Mimi menginjak es, tekanan dari berat tubuhnya membuat es menyusut (menjadi air), dan karena itu sebuah lapisan tipis air terbentuk di antara sepatunya dan es, yang membuatnya terpeleset dan jatuh. Benda padat lainnya cenderung menjadi lebih keras di bawah tekanan, jadinya tidak ada terpeleset karena hal tersebut.

  • Seseorang TIDAK PERLU mengetahui bagian fisika tersebut untuk menghindar dari terpeleset di es. Yang diperlukan adalah memiliki perhatian cukup untuk mengetahui bahwa es itu licin dan melakukan pencegahan yang diperlukan.
  • Mungkin pikiran Tante Mimi sedang gelisah dan terburu-buru keluar tanpa menyadari bahwa ada lapisan tipis es di jalanan. Jika dia sedang mabuk, hal itu juga akan membawanya ke hasil yang sama. Jika pikirannya sedang dalam kondisi tenang dan rileks, dia seharusnya akan lebih berhati-hati.
  • Pikiran gelisah bisa disebabkan oleh keserakahan dan kebencian yang berlebihan juga. Kebanyakan orang tidak menyadari hal ini, tapi jika kita pikirkan kembali, setiap diri kita bisa mengingat kejadian-kejadian saat kita membuat keputusan buruk karena kondisi pikiran serakah atau benci. Karena inilah berargumen secara panas bisa berisiko, dan orang bahkan bisa membunuh karena marah sesaat.

Apa yang sang Buddha coba untuk sampaikan adalah kita bisa mengerti secara penuh sifat sebenarnya “dunia ini” dengan “memurnikan pikiran kita”. Ada lima hal yang disebut rintangan yang menyebabkan pikiran kita tertutup; baca, “Kunci Menenangkan Pikiran – Lima Rintangan“. Hal-hal ini terkumpul melalui kebiasaan buruk yang telah kita kembangkan melalui kehidupan tak terhitung; baca, sebagai contoh, “Hukum Daya Tarik, Kebiasaan, Karakter (Gati), dan Keinginan (Asava)“.

  • Setiap orang memiliki kebiasaan buruk yang berbeda-beda, tapi kita semua memilikinya. Tapi kita bisa hidup “di dunia ini” di “tingkat normal” tersebut (sebagai contoh tidak terjatuh ketika berjalan di permukaan es), jika kita tidak membuatnya lebih buruk dengan zat buruk, membuat pikira gelisah (dengan marah atau serakah), dll.

Karena itu apa yang kita semua akan lakukan secara normal adalah hidup di “pikiran tingkat normal” ini yang tidak meingzinkan kita melihat sifat alami “dunia ini”. Kita hanya terbawa arus tanpa mencoba untuk memeriksa apakah ide yang bagus untuk “hanya mengikuti arus”, melakukan yang terbaik untuk membuat hidup kita lebih baik, dan akhirnya meninggal tanpa mengetahui kalau semua perjuangan hidup kita sia-sia pada akhirnya.

Hal terburuk adalah ceritanya tidak berakhir di kematian, tapi hanya berpindah ke fase lain (kelahiran kembali), yang mana kita akan melakukan hal yang persis sama lagi.

  • Kita telah melewati proses tiada akhir untuk kehidupan yang tak terhitung, dan kebanyakan darinya lebih buruk daripada kehidupan manusia kita sekarang. Ketika seseorang “melihat” ketiadahasil dari perjuangan kita mencari kebahagiaan di “dunia” yang pada dasarnya tidak bisa menyediakannya, maka ia akan mulai mencari cara untuk keluar dari “dunia ini” dengan mengikuti Jalan Mulai Berunsur Delapan sang Buddha, dan mencapai kebahagiaan permanen.
  • Inilah inti pesan sang Buddha.

Kita akan bisa “melihat” kebenaran dari apa yang disebut di atas (sifat alami “dunia ini”), jika kita mulai membersihkan pikiran kita untuk membuang lima rintangan tersebut; baca, “Kunci Menenangkan Pikiran“).

Tapi untuk melakukan itu, pertama-tama kita harus bisa melihat pandangan lebih luas sang Buddha tentang “dunia ini”. Banyak orang terjun “melatih Dhamma” tanpa mengetahui “pandangan dunia” sang Buddha. Bagaimana seseorang berlatih kalau ia tidak mengetahui apa tujuan latihannya? Tujuannya ada tiga lapis:

  1. mendapatkan semacam kondisi pikiran yang damai di kehidupan ini
  2. melihat pada jarak yang lebih jauh, untuk memastikan seseorang akan memiliki kehidupan yang lebih baik di kelahiran-kelahiran berikutnya,
  3. untuk terbebas dari lingkaran kelahiran kembali yang dipenuhi dengan ketidakpuasan, dan mencari kebahagiaan permanen, Nibbana.

Jika tujuannya adalah salah satu dari ketiga hal di atas (dan terutama nomor 2 dan 3), maka seseorang perlu tahu apa “pandangan dunia” lengkap sang Buddha: Inilah Buddha Dhamma.

Sudah lebih dari 2500 tahun sejak sang Buddha menyatakan pesannya mengenai pandangan dunia lebih luas yang sebelumnya tidak diketahui. Hal ini telah terdistorsi melalui jalannya waktu, dan tujuan saya adalah menyediakan pandangan yang lebih masuk akal dan logis berdasarkan versi Theravada.

Karena banyak yang “hanya melihat-lihat”, dan tidak punya alasan untuk memercayai kebenaran pandangan dunia ini, saya akan menghadirkannya sebagai sebuah teori. Kita akan terus-menerus menguji teori ini untuk melihat apakah teori ini sesuai dengan standar ilmiah yang sudah ada, karena saya terbiasa seperti itu sebagai seorang ilmuwan.

  • Banyak orang, terutama pada waktu-waktu awal, membuat keputusan tersebut di PENGALAMAN yang lebih tinggi ketika mengikuti Jalan; ketika seseorang berjalan melalui Jalan, PENGALAMAN ini mulai melampaui pengalaman indrawi. Ada perbedaan penting antara pengalaman berdasarkan pengalaman indrawi (yang adalah doktrin filosofis yang dipromosikan oleh John Locked dan yang lainnya pada masa awal revolusi ilmiah), dan pengalaman yang jauh lebih tinggi sebuah pikiran yang termurnikan.

Sekarang, ketika seseorang mengerti apa pandangan dunia yang lebih luas ini, maka ia akan melihat bahwa solusi dari keberadaan masalah kita tidak bergantung pada mencoba melihat lebih dalam ke “Apa yang menjadi alasannya?” di setiap langkah pada sebuah siklus tiada akhir. Kita hanya tidak memiliki waktu yang cukup di kehidupan ini untuk mempelajari itu semua.

  • Melainkan, hanyalah masalah memurnikan pikiran kita, agar pikiran tersebut bisa “melihat” menembus pengalaman murni diri sendiri ketika mengikuti Jalan.

Secara ringkas, sang Buddha menemukan bahwa solusi terhadap masalah eksistensi adalah untuk “melihat” sifat alami “dunia ini”; ini bahkan lebih rumit dibandingkan apa yang sains cari tahu.

  • Tapi seseorang hanya perlu melihat “gambaran utuh” tersebut dan menyadari bahwa tidak peduli di manapun kita terlahir, kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan jangka panjang “di dunia ini”, karena “dunia ini” pada dasarnya membawa sifat selalu berubah.
  • Semua “di dunia ini” berada di perubahan terus menerus, tapi kita tidak “melihat” itu karena pikiran kita dikacaukan dengan lima rintangan.

Sekarang mari kita lihat pendekatan lain untuk “mencari semua tentang dunia ini”. Ini adalah pendekatan secara ilmiah (Ada pendekatan religius lainnya juga, tapi saya akan jauh-jauh dari topik tersebut). Pendekatan ilmiah ini dimulai oleh Yunani kuno, pada sekitar waktu yang sama ketika Buddha hidup.

  • Jadi, kita punya dua pendekatan: cara sang Buddha secara penuh berdasarkan pikiran; cara ilmiah berdasarkan materi.
  • Saat ini, kebanyakan ilmuwan sedang mencari tahu bagaimana pikiran bekerja, dalam istilah cara kerja otak, yang dianggap sebagai suatu komputer yang sangat canggih. Buddha Dhamma secara penuh konsisten dengan aspek materi sains (yang akan kita bahas), tapi dalam Buddha Dhamma, pikiran sebenarnya mendahului materi; materi adalah sekunder.

Mari kita kembali ke kasus terpeleset di atas es yang dibahas di video Dr. Feynman. Agar bisa mengatasi permukaan es, yang harus kita ketahui adalah memiliki PENGALAMAN sebelumnya dengan permukaan tersebut, dan sebuah pikiran yang waspada (yang tidak terganggu oleh alkohol, kemarahan, nafsu birahi, dll) untuk menggunakan pengalaman tersebut untuk mengatasi situasinya. Ini adalah pendekatan pikiran.

  • Ketika seseorang secara hati-hati memeriksa “pandangan dunia” di dalam Buddha Dhamma, ia akan bisa melihat bahwa masalah dari eksistensi dikurangi menjadi memahami sifat selalu berubah dunia ini, tanpa memerika setiap bagian secara sangat detail. SEMUA BAGIAN dari dunia ini secara alami tidak permanen, dan karena itulah seseorang tidak akan pernah bisa mempertahankan apapun sesuai keinginan dirinya dalam waktu yang lama.
  • Hanya itulah yang seseorang butuhkan untuk melihat, benar-benar mengerti, bukan hanya membacanya. Tugas sederhana ini adalah yang tersulit; membutuhkan sebuah usaha. Tapi pertama-tama seseorang perlu membaca tentang “pandangan dunia” ini.

Di sisi lain, seseorang bisa terus turun mengikuti pertanyaan-pertanyaan, menyelidiki lebih dalam ke penyebab mengapa es itu licin, mengapa air meluas ketika mendingin, sifat ikatan kimia, tentang elektron dan proton, tentang quark yang menyusun proton tersebut, dll.

  • Cukup benar bahwa penyelidikan ini telah membawa banyak kemajuan teknologi yang kita nikmati sekarang. Saya bisa menulis sesuatu di situs ini dan memberikannya padamu dalam hitungan menit; menakjubkan dan sangat bermanfaat. Tapi poin saya adalah semua “penyelidikan semakin dalam” ini belum membawa kita semakin dekat ke pertanyaan tentang eksistensi. Saat ini sains sedang mendekati batas penyelidikan tersebut, karena sekarang kita tahu bahwa semua materi hanyalah energi.
  • Dan bahkan walaupun kita mendapat manfaat dari kemajuan teknologi, manfaat tersebut hanya bisa dinikmati untuk beberapa saat (sekitar 100 tahun) dijangka waktu sansaric. Buddha Dhamma menyediakan solusi jangka panjang.

Apa yang sang Buddha katakan 2500 tahun yang lalu adalah bahwa pada akhirnya tidak ada manfaat menyelidiki lebih dalam terhadap sifat materi sepanjang kehidupan seseorang. Semua yang harus dilakukan seseorang adalah menyadari bahwa tidak peduli apapun yang kita capai, mereka semua hanya sementara, tidak stabil. Hal ini tidak dapat dicapai tanpa memurnikan pikiran kita.

  • Ketika seseorang benar-benar memahami tiga karakteristik eksistensi (baca, Anicca – Arti Sebenarnya”), dan karena itu sifat ketidakpuasan eksistens ini, ia tidak akan mencari untuk mendapatkan “benda-benda materi” tapi akan berusaha keras untuk mencapai Nibbana. Ini hanya membutuhkan pemurnian pikiran seseorang. Tidak perlu menyelidiki dunia materi di luar secara detail.
  • ketika seseorang pergi semakin dalam ke dalam Buddha Dhamma, akan menjadi jelas bahwa energi pikiran adalah dasar dari segala eksistensi. Tapi itu adalah cerita yang panjang. Pertama-tama kita harus memulai dan melihat apakah “pandangan luas dunia” sang Buddha masuk akal atau tidak.